TEMPO.CO, Jakarta – Terpidana ujaran kebencian, Buni Yani, memilih bertahan dan menunggu jawaban atas penangguhan penahanan yang diajukannya kepada kejaksaan. Peneliti dan pengajar itu sejatinya menjalani eksekusi pada hari ini, Jumat 1 Februari 2019--setelah kasasinya ditolak Mahkamah Agung.
Baca:
Buni Yani Akan Dieksekusi, Ini Perjalanan Kasusnya
Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahardian, menerangkan kalau kliennya itu tidak akan lari menunggu jawaban atas permintaan penangguhan penahanan tersebut. “Buni tidak akan ke mana-mana. Dia akan salat Jumat bersama di Masjid Tebet,” ujar Aldwin saat dihubungi pada Jumat petang, 31 Januari 2019.
Menurut Aldwin, kliennya sedianya dipanggil oleh Kejaksaan Negeri Depok pukul 09.00 WIB. Namun, Buni tak akan datang.
Buni Yani menjalani sidang vonis UU ITE terkait pidato mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama di Bandung, 14 November 2017. Buni Yani divonis 1,5 tahun penjara atas kasus video pidato Ahok di Kepulauan Seribu. TEMPO/Prima Mulia
Penangguhan telah diajukan tak lama setelah salinan putusan penolakan kasasi diterima. MA mengeluarkan putusan kasasi Buni Yani pada 26 November 2018. Sedangkan salinan putusan tersebut baru diteken panitera pada 28 Januari 2019.
Baca:
Ahmad Dhani Divonis 1,5 Tahun, PSI: Kenapa Buni Yani Masih Bebas?
Salinan putusan kasasi yang dikeluarkan MA bernomor 1712 K/Pid.Sus/2018 tersebut menarasikan dua poin pokok. Poin pertama menyatakan penolakan terhadap permohonan kasasi Buni Yani. Poin kedua surat itu menjelaskan bahwa MA membebankan biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp 2.500.
Buni Yani lalu mengajukan penangguhan atas putusan MA karena menilai langkah Kejaksaan mengeluarkan keputusan eksekusi kabur dan tak berdasar hukum. Menurut dia, dalam amar putusannya, MA sama sekali tidak memuat narasi soal penahanan.